Diantara para ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj kebagian tugas untuk pengembangan organisasi dan SDM. Untuk itu ia membidangi Lakpesdam, LTN NU, dan LKKNU. Berikut ini program yang akan dikembangkan dalam upaya untuk memberdayakan NU lewat lajnah dan lembaga tersebut. Dalam wawancara dengan reporter NU Online juga terungkap bagaimana upaya dalam reaktualisasi makna ahlusunnah wal jamaah yang menjadi warga NU. Berikut ini hasil wawancaranya
Sebagai salah satu ketua yang dipercaya mengelola Lakpesdam, Lajnah Taklif wan Nasr (LTN NU) dan Lembaga Kesejahteraan Keluarga NU (LKKNU), apa yang akan Bapak lakukan untuk mengembangkannya?
Saya dipercaya untuk mengelola tiga lembaga tersebut, beberapa ide yang muncul dibenak saya adalah pertama, bagaimana kita ini memiliki kader nahdliyyin memiliki prinsip agama kuat dan memiliki keahlian serta ilmu pengetahuan. Dalam berorganisasi yang penting ikhas dulu, saya yakin tuhan tidak akan membiarkan orang yang aktif dalam masyarakat akan merana.
Kedua saya ingin program yang sudah dilaksanakan Lakpesdam berupa pelatihan calon kyai terus dilaksanakan agar kyai ke depan mampu menghadapi tantangan dengan tidak mengabaikan agama dan moral. Ada prinsip baku yang tak boleh kita geser, tetapi terdapat hal-hal yang harus diaktualisasikan secara terus menerus, kita harus melakukannya.
Kita menginginkan perpaduan seperti yang ada di Mesir atau Saudi. Seorang ulama yang mengerti ekonomi, bahasa Inggris, dan lainnya. Atau seorang dokter yang mengerti Qur’an walaupun dangkal saja, mengerti sejarah perjuangan nabi dan lainnya, walaupun dia berpendidikan umum atau aktifitas kesehariannya tidak dalam bidang agama.
Terdapat dua hal yang tidak kita diinginkan, satu liberal dan satu ekstrim. Dua-duanya tidak berguna dan tidak manfaat. Yang ekstrim akan menjadi bumerang karena Islam tidak mengajarkan kekerasan, tetapi mengajarkan sesuatu yang santun dan lemah lembut.
Yang liberal juga memberi mudharat. Revitalisasi penting, rekonstruksi penting tapi ada wilayahnya sendiri-sendiri dan itu sangat luas. Tolong ketentuan baku dalam Qur’an yang hanya lima persen jangan diungkit-ungkit, yang sudah qot’i yang sudah disepakati. Itu berarti kita taqlid kepada para ulama dahulu? Ya memang demikian, NU taklid kepada para ulama, harus menjaga orisinilitas dan mata rantai geonologi.
Kita ikut Imam Syafii atau Maliki, tapi bukan berarti taklid yang membabi buta, kita juga mengembangkannya, tetapi pada prinsipnya hidup ini mengikuti pendahulu kita, yang paling atas Nabi Muhammad, kemudian para sahabat, tabi’in dan seterusnya, termasuk imam empat.
Liberal, Islam rugi, ekstrim, jumud juga merugikan. Jadi Lakpesdam diharapkan dapat menindaklanjuti yang dulu yaitu PPWK (Program Pengembangan Wawasan Keulamaan). Potensi kyai muda NU luar biasa, tetapi masih terbatas dalam bidang fikih. Yang ada baru qoriul (membaca) qur’an, qoriul fikh, pembaca saja. Yang kita harapkan dia juga menjadi ahli, mampu mengaktualisasikan dirinya sehingga menjadi mufassir dengan ilmu yang sudah didapatinya itu, tentu saja dengan tidak ngawur.
Kita ingin menjadi mufassir kecil-kecilan setelah mengaji tafsir, kita ingin menjadi ahli fikih setelah mengaji fikih, pandai membaca, kita sudah berhenti disitu, hanya pembaca kitab, ini yang kita sayangkan.
Sebaliknya, di IAIN ada juga yang pandai, ngomongnya bagus, tulisannya bagus e… setelah ketemu minim sekali ilmunya. Kalau melihat tulisnnya kayak ilmunya luas. Saya sering ketemu orang seperti itu. Perbendaharaan ilmunya minim, padahal banyak diantara mereka yang bergelar profesor dan doctor.
Bagaimana kebijakan tentang LTN NU?
Antara lain, LTN minimal bisa menerbitkan 4 atau 6 buku, itu harus, baik terjemahan maupun karangan sendiri, kecil atau besar itu harus. Ini untuk mengawal pemikiran, kalau tidak waduh… yang muda liberal sedangkan yang tua ekstrim. Antara yang tua dan muda perlu ada jembatan.
Banyak aspek tentang keberhasilan seperti SDM, pendanaan, manajemen dan lainnya?
Kalau masalah pendanaan akan kita cari,…insyaallah dapat. Kalau SDM kita sudah siap, tinggal menindaklanjuti, tenaga tutor atau narasumber banyak sekali. KH Sahal Mahfudz, KH Makruf Amin, dan lainnya, mereka orang tua yang memiliki visi sosial. Yang muda-muda ada pak Masdar, banyaklah. Ada juga Amin Abdullah, Komaruddin Hidayat, walaupun bukan NU, dan kita beri batasan dan cakupan yang jelas, yang saya inginkan tidak liberal dan ekstrim.
Bagaimana mekanisme kontral terhadap program yang dijalankan?
Kan ada pertanggung jawaban di rapat pleno dan setiap bulan kita (NU Online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar